Thursday, January 10, 2013

Mengenal Thalesemia

Si pembunuh yang belum menjadi perhatian

Muka pucat, perut buncit dan kulit seperti terbakar menjadi pemandangan biasa setiap anak yang sedang menjalani transfusi darah di Sentra Thalesemia. Sentra Thalesemia adalah sebuah ruang khusus di gedung lama Rumah Sakit Umum Zainal Abidin Banda Aceh, disediakan khusus menangani setiap penderita thalesemia.

Thalesemia, penyakit yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Ingatan saya kembali pada hari dimana secara kebetulan saya berbincang-bincang dengan kak Nunu Husein, pendiri DUA (Darah Untuk Aceh), suatu komunitas kemanusian yang membantu mencari ketersediaan stok darah bagi yang membutuhkan, saya jadi mengetahui bahwa ada sekitar 158 anak Aceh yang sudah terdeteksi menderita thalesemia. Secara naluriah, saya kaget begitu mengetahui penyakit ini harus menjalani transfusi seumur hidupnya dan memiliki harapan hidup yang singkat. :(

Apa itu thalesemia ?
Thalesemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal dari orang tua yang memiliki gen tersebut. Paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia.  6-10 dari 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalesemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) dan 25% kemungkinan bebas. (sumber : wikipedia).

Kelainan itu tidak hanya menyebabkan kekurangan sel darah merah. Cepat rusaknya sel darah merah memunculkan komplikasi, seperti pembesaran hati dan limpa karena organ bekerja lebih keras memproduksi sel darah merah baru. Zat besi yang menumpuk juga harus dikeluarkan. Orang dengan thalesemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan transfusi darah teratur untuk menjaga kadar Hb di dalam tubuhnya kira-kira     12 gr/dl dan menjalani pemeriksaan serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Penderita thalesemia juga harus menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh.  

Karena penyakit ini belum ada obatnya, pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibandingkan pengobatan. Setiap pasangan yang akan menikah sebaiknya memeriksakan darah untuk mengetahui statusnya sebagai pembawa thalesemia. Jika pernikahan tersebut tetap dilanjutkan, setidaknya mereka mengetahui dan mengkonsultasikan resiko tersebut. Di Aceh ada kasus dimana terjadi saling menyalahi antara suami-istri penderita, kebetulan istri tersebut sudah pernah menikah dan memiliki anak normal dari pernikahan sebelumnya.

Apa yang bisa kita lakukan ?

Karena kebutuhan darah yang rutin, kendala yang dihadapi oleh penderita adalah masalah ketersediaan darah. Jika darah tidak tersedia, penderita kemungkinan akan meninggal. Dari 500 kantong kebutuhan darah untuk penderita thalesemia di Aceh baru 300 kantong yang terpenuhi (Kompas-2012).
Jadi, cek golongan darahmu teman, cek rhesus darahmu dan jadilah pendonor tetap (kakak asuh) bagi penderita thalesemia. DUA lewat programnya #10for1thalesemia, mencari 10 orang pendonor tetap untuk 1 orang penderita thalesemia. Hal ini dilakukan agar penderita akan terus menerima darah dari orang yang sama dan cocok, sehingga akan meminimalisasi kecendrungan munculnya gangguan lain.

yukkk.. kita dukung program DUA, kita bantu saudara-saudara kita yang membutuhkan

No comments:

Post a Comment