Ntah kenapa tiba-tiba saya ingin menuliskan hal ini. Mungkin melihat fenomena semakin sedikit perempuan di Aceh yang menggunakan bahasa ibu ini sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.
( Trus, masalah buat gue ..? tuing … :&)
Hm,, bahas sejarah dikit… saya terlahir
di Aceh besar… ibu, ayah, sama-sama aceh
besar… tetangga-tetangga saya pun ya seperti kebanyakan orang-orang di kampung
yang satu tumpuk itu tinggalnya sodaraan semua… sehingga otomatis mereka adalah
orang aceh besar juga. Dan, gak heran
donk kalau saya kecil ya hanya mengenal bahasa aceh besar. Hehe. Dan, parahnya saya SDnya juga di SD Lamreung
--- semua muridnya berbahasa Aceh Besar. – rasanya waktu itu jika ada yang
berbahasa Indonesia sudah sangat “wah”.
Dan hanya guru kesenian lah satu-satu nya yang selalu berbahasa Indonesia.
Dengan pakaian yang sedikit glamor pada masa itu dan digosipkan punya affair
dengan guru lainnya, maka stigma –wah-
semakin melekat pada bahasa Indonesia, pikir kami.
Eniwei… dengan malu-malu saya harus
mengakui kalau bahasa aceh besar itu agak
sedikit –bakai-.. terlalu banyak intonasi dengan lafal yang tidak ada
abjadnya dalam bahasa Indonesia. Tapi
ternyata di aceh besar sendiri dialeknya bisa beda-beda, dan sampai usia saya
sekarang, ga ada dialek aceh besar yang saya temui yang enak didengar … hihi
(durhaka). Ayah saya dari Sibreh … sedang ibu saya dari Lueng Ie, tempat saya
tinggal sekarang. Saya kecil shock + pusing pulang kampung (Sibreh) dengar
orang-orang bercakap. Gilakk,,, banyak
sengau nya (“ng” dan “ny” gitu)… nam jadi nang.. lucunya, abang sy. yang biasa
dipanggil bg nen disana jadi dipanggil baneng…hahaha. Tapi, syukran alhamdulillah
ayah saya sejak remaja tinggal di kota sehingga tidak membawa virus “ng” ini ke
rumah… ciyus lhooo, ,,, bahasa aceh ayah saya sangat bagus dan intelek :D.
Well… balik lagi ke tempo dulu..
akhirnya saya tamat dari SD Lamreung dan tibalah melanjutkan pendidikan ke SMP
yang ada di kota (Darussalam). Disitulah kami ber-4 alumni SD Lamreung mulai
familiar dengan bahasa Indonesia. Di awal-awal sebenarnya sangat susah… kata
temanku yang terkenal preman di kampung, dia terpaksa diam waktu berantem sama
temannya karena keterbatasan kosa kata bahasa Indonesia. Hahaha… derita bangetd
tuh. Tapi di smp ini, bahasa Aceh masih sering terdengar.
To be continued ...
No comments:
Post a Comment